Sabtu, 17 Desember 2011

IMUNISASI - Kupas Tuntas -


Seputar Masalah Vaksin
Sejarah Vaksin
Tercatat dalam sejarah, awal mula ditemukannya vaksin sekitar abad ke-7, ketika sekelompok orang Budhis memutuskan bahwa mereka bisa menjadi imun terhadap efek racun ular dengan meminum suatu bahan yang sangat bau. Pada tulisan-tulisan Cina abad 16, dijelaskan bagaimana orang mengkontakkan diri dengan cacar air, yaitu dengan menempatkan bubuk kerak dari anak-anak yang terinfeksi ke dalam hidung anak-anak yang sehat. Mereka berpikir, bahwa mereka bisa membantu mencegah suatu penyakit atau kondisi dengan mengkontakkan diri dengan sebentuk bahan yang menjadi penyebabnya, tetapi pada saat itu mereka belum sepenuhnya memahami apa yang mmereka lakukan.
Pada akhir abad ke-18, Edward Jenner menemukan bahwa pengkontakkan dengan penyakit hewan cacar sapi, membuat ornag imun terhadap penyakit cacar air manusia yang mematikan. Ini adalah konsep yang ada pada saat itu dianggap membantu menyelamatkan manusia, tetapi penggunaan penyakit hewan untuk merawat manusia, juga menghadirkan kemungkinan bahwa ada penyakit lain yang juga ditularkan bersamaan dengan virus yang dimasukkan.
Di antara saat Jenner mempublikasikan karyanya pada tahun 1798 dan Louis Pasteur mengembangkan vaksin rabies yang pertama untuk manusia di tahun 1885, beberapa ahli ilmu termasuk Pasteur, meneliti masalah ini. Pada saat itu, Pasteur memajukan konsep atenuasi atau pelemahan, yaitu penggunaan bentuk virus yang telah dilemahkan untuk menghasilkan imunisasi. Pasteur menemukan bahwa bentuk yang sudah dilemahkan dari kolera ayam sangat efektif dalam mencegah penyakit. (Diodati, Catherine J.M Immunizations: History, Ethics, Law and Health, Ontario)
Sekarang ini vaksin atenuasi digunakan secar luas. Protes terhadap pemakaian vaksin juga bukan sesuatu yang baru. Ketika Pasteur memperkenalkan vaksin rabiesnya untuk manusia di tahun 1885, baik para dokter maupun masyarakat memprotes penggunaannya. Pada pergantian abad, tentara Inggris yang berperang di Perang Boe di Afrika Selatan memprotes keras suntikan melawan penyakit tifoid yang berbahaya. Pada dekade berikutnya rasa takut pada polio begitu besar, sehingga imunisasi massal dengan suntikan vaksin salk yang dimulai tahun 1955 disambut terbuka. Tetapi ternyata vaksin Salk tidak bisa memberikan perlindungan pebuh terhadap virus polio, sehingga diperkenalkan vaksin hidup oral dari Sabin tahun 1961, yang menawarkan imunitas yang lebih luas. Sekarang ini vaksin oral tidak lagi dianjurkan karena telah terbukti menyebabkan polio pada beberapa penerimaannya dan orang-orang yang berkontak akrab dengan mereka yang baru divaksinasi. Sejarah masih terus berjalan, vaksin baru dan formula baru dari vaksin yang sudah ada masih terus dikembangkan hingga saat ini.

Sejarah Penggunaan Vaksin
1906            : Dikembangkan vaksin terhadap batuk rejan (pertusis)
1921 – 1928  : Dikembangkan vaksin terhadap difteri
1933            : Tersedia vaksin tetanus
1940            : Dikembangkan vaksin kombinasi difteri, tetanus dan pertusis (DPT)
1946            : Tersedia vaksin DPT
1954            : Jonas Salk mengembangkan vaksin polio yang pertama (suntikan) di Amerika Serikat
1955            : Vaksin polio diberi lisensi dan disebarkan gratis melalui undang-undang pembantu vaksinasi poliomielitis
1963            : Vaksin polio oral dari Albert Sabin diberi lisensi
1968            : Dikembangkan vaksin gondong
1969            : Vaksin rubela/campak Jerman diberi lisensi
1978            : Tersedia vaksin pneumokokal
1979            : Vaksin MMR ditambahkan ke jadwal vaksinasi rutin pada anak
1981            : Jepang memberi lisensi pada vaksin DaPT, versi yang lebih aman dari vaksin DPT
1982            : Tersedia vaksin hepatitis B. Juga orang tua dari anak-anak yang tercederai oleh vaksin DPT membentuk kelompok orang tua yang tidak puas (berkembang menjadi Sentra Informasi Vaksin Nasional) untuk mencoba mempengaruhi vaksin pertusis yang lebih aman dalam suntikan DPT
1986            : Vaksinasi rekomendasi hepatitis B yang pertama mendapat lisensi
1987            : Vaksin Haemaphilus Influeszae jenis B (HIB) mendapat lisensi
1991           : Sentra untuk pengendalian penyakit menganjurkan agar semua bayi menerima vaksin hepatitis B. Amerika Serikat memberi lisensi untuk vaksin DaPT untuk anak berusia 18 bulan ke atas.
1995            : Vaksin Varicella diberi lisensi
1996           : FDA memberi lisensi untuk vaksin DaPT untuk anak berusia di bawah 18 bulan dan Komite Penasehat dari Sentra Pengendalian Penyakit untuk kebijakan Imunisasi menganjurkan vaksin DaPT digunakan untuk menggantikan suntikan DPT orisinil
1998           : Pemerintah Perancis menghentikan program vaksinasi hepatitis B di sekolah-sekolah karena laporan-laporan multipel sklerosis dan masalah auto imun lainnya serta masalah kelainan syaraf otak.
1999           : Vaksin hasil tehnik genetika untuk rotavirus, ditarik dari pasaran setelah banyak bayi yang divaksinasi menjadi sakit berat oleh sumbatan usus, paling sedikit satu bayi meninggal. Perdebatan tentang keamanan vaksin dimulai di tingkat kongres AS. Para pembuat vaksin diminta untuk menghilangkan atau banyak mengurangi jumlah merkuri di dalam vaksin.
2000           : Sentra Pengendalian Penyakit menganjurkan suntikan vaksin polio menggantikan vaksin oral karena yang terakhir ini menimbul kan sampai sepuluh kasus polio pertahun. Vaksin pneumokokal Prevnar dianjurkan untuk bayi. (Diodati, Catherine J.M Immunizations: History, Ethics, Law and Health, Ontario)

Definisi Vaksin
Vaksin adalah suatu bahan yang diyakini dapat melindungi orang terhadap penyakit. Vaksin dibuat dari virus atau bakteri patogen yang menyebabkan terjadinya penyakit. Sedikit bahan patogen yang disiapkan disuntikan ke dalam tubuh sehingga dapat membantu memerangi penyakit yang lebih ganas atau didapat secara alami. Tujuan utama vaksin adlah merangsang pembentukan antibodi dengan konsentrasi yang cukup tinggi untuk menghentikan perjalanan patogen, sehingga mencegah mereka yang mendapatkan vaksinasi dari terjangkitnya penyakit.

Tata cara Pembuatan Vaksin
Vaksin dalam pembuatannya mempunyai 3 jenis bahan utama yaitu, bahan kuman virus atau bakteri hidup atau mati, toksoid, atau DNA, bahan-bahan yang ditambahkan untuk menjalankan berbagai fungsi dan biakan dimana vaksin dibuat. Bahan-bahan tambahan itu adalah :
1.  Aluminium. Logam ini ditambahkan kepada vaksin dalam bentuk gel atau garam, untuk mendorong produksi antibodi. Aluminium telah dikenal sebagai kemungkinan penyebab kejang, penyakit alzheimer, kerusakan otak dan dementia (pikun).
Sebuah kajian yang diterbitkan majalah Pediatris, misalnya menemukan bahwa anak-anak yang menerima vaksin Pertuasis yang mengandung aluminium mengalami respon alergi, sementara anak-anak yang menerima vaksin Pertuasis yang tidak mengandung aluminium tidak mengalami reaksi seperti itu. Aluminium digunakan pada vaksin-vaksin DPT, DaPT, dan Hepatitis B.
2.  Benzetonium klorida, Vaksin anthrax (terutama diberikan kepada personal militer) mengandung Benzetonium, yaitu bahan pengawet yang belum dievaluasi untuk konsumsi manusia.
3.  Etilen glikol, merupakan bahan utama anti beku yang digunakan pada beberapa vaksin yaitu, DaPT, Polio, Hib, Hepatitis B sebagai bahan pengawet.
4. Formaldehida/formalin. Bahan ini menimbulkan kekhawatiran besar karena dikenal sebagai karsinogen (zat pencetus kanker). Formal dehida dikenal untuk penggunaan dalam proses pembalsaman. Digunakan juga pada fungisida, insektisida, di dalam pembuatan bahan peledak dan kain. Bahan ini dianggap bisa cocok dengan bahan lain, termasuk bahan yang juga ditemukan di dalam beberapa vaksin, yaitu fenol. Di dalam vaksin, cairan formal dehida digunakan untuk menon-aktifkan kuman. Formalin bukan saja racun, tetapi menurut Sir Graham S. Wilson, pengarang buku The Hazards of Immunization, juga tidak memadai sebagai desinfektan. Kenyataan ini sudah diketahui selama beberapa dekade. Penggunaan yang berkelanjutan dari bahan yang tidak bisa diandalkan dan berbahaya ini jelas melanggra prinsip Non-malefisiensi (tidak melakukan kerusakan). Formaldehida dapat ditemukan pada beberapa vaksin.
6.  Gelatin. Adalah bahan yang dikenal sebagai alergen (bahan pemicu alergi). Bahan ini ditemukan pada vaksin cacar air dan MMR.
7. Glutamat. Digunakan untuk menstabilkan beberapa vaksin terhadap panas, cahaya, dan kondisi lingkungan lainnya. Bahan ini dikenal menyebabkan reaksi buruk dan ditemukan pada vaksin Varicela.
8.  Neomisin. Antibiotik ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan kuman di dalam biakan vaskin. Neomisin menyebabkan raksi alergi pada beberapa orang. Neomisin ditemukan pada vaksin MMR dan Polio.
9.  Fenol. Bahan yang berasal dari tar batubara ini digunakan di dalam produk bahan pewarna, desinflektan, plastik, bahan pengawet, dan germiside. Pada dosis tertentu bahan ini sangat beracun dan lebih bersifat membahayakan, daripada merangsang sistim imun. Ini sangat berlawanan dengan tujuan pembuatan vaksin, termasuk vaksin tifoid.
10. Streptomisin. Antibiotika ini dikenal menimbulkan reaksi alergi pada beberapa orang. Bahan ini ditemukan pada kedua bentuk vaksin polio.
11. Timerosal. Bahan ini adalah bahan pengawet yang mengandung hampir 50% etilmerkuri, yang berarti mempunyai banyak sifat yang sama dengan merkuri (air raksa) yang sangat beracun. Selama beberapa dekade bahan ini digunakan pada hampir setiap vaksin yang ada di pasaran.
Memang bahan-bahan ini dipakai dalam jumlah sedikit, tetapi bahan ini beracun atau alergen. Seklai bahan ini disuntikkan ke dalam aliran darah dan sistem imun yang belum matang pada anak, maka bahan ini tidak bisa dibuang dengan memadai oleh empedu dan hati, karena produksi empedu belum sempurna. Seperti yang dikatakan oleh seorang ibu, “Saya tidak akan memberikan makanan yang mengandung MSG pada anak saya dan juga tidak akan memberikan aluminium, air raksa atau formalin kepada anak saya, jadi mengapa saya harus membiarkan dokter-dokter menyuntikkan bahan-bahan itu ke dalam aliran darah anak saya?”.

Formula Dasar dari Vaskin
            Vaksin terdapat dalam 3 jenis, yaitu, vaksin hidup, vaksin mati (tidak diaktifkan atau dimatikan), dan vaksin rekombinasi DNA.
1. Vaksin Hidup. Vaksin hidup dibuat di dalam labolatorium dari organisme hidup (biasanya virus) penyebab penyakit. Vaksin hidup ini dilemahkan sehingga diharapkan dapat menyebabkan sistem imun tubuh menghasilkan kekebalan tubuh terhadap penyakit. Tetapi beberapa orang mengalami gejala penyakit dari virus yang dilemahkan tersebut, meskipun pada sebagian orang gejalanya ringan. Contoh, virus hidup yang dilemahkan misalnya polio (yang ditelan), campak, gondong, cacar air, rubela dan demam kuning. Vaksin-vaksin bakteri hidup termasuk vaksin untuk demam tifoid dan vaksin Basilus Calmette Guerin (BCG), yang digunakan untuk Tuberkulosis (TBC). Beberapa ahli menyatakan bahwa sistem imun berespon terhadap vaksin hidup yang telah dilemahkan dengan cara yang sama seperti yang dilakukannya ketika menghadapi infeksi alami, beberapa ahli tidak menyetujuinya. Orang-orang yang mempertanyakan kebijaksanaan pemberian vaksin hidup, menyatakan bahwa vaksin hidup bisa menyebabkan penyakit dengan versi ringan. Tetapi untuk bayi dan anak kecil mereka menyatakan bahwa vaksin-vaksin ini bisa memiliki konsekuensi yang lebih serius dan menunjuk pada hubungannya dengan terjadinya autisme dan penyakit auto-imun.
2. Vaksin Mati. Vaksin mati atau tidak aktif mengandung semua atau sebagian dari organisme penyebab penyakit yang telah dibunuh atau dibuat tidak aktif. Tidak seperti yang hidup, vaksin mati tidak bisa bereproduksi, sehingga mereka tidak menyebabkan penyakit yang ingin dicegahnya. Mereka memicu respons yang lebih lemah dari sistem imun tubuh dibandingkan vaksin hidup. Dibanding vaksin hidup, mereka juga cenderung lebih aman untuk orang-orang yang memiliki sistem imun yang lemah, untuk ibu hamil, dan anak di bawah 1 tahun.  Sebagian besar vaksin mati berbasis protein, seperti bakteri yang mereka tiru. Beberapa dari bakteri ini dilapisi dengan gula yang disebut polisakarida. Ketika para ahli ilmu mencoba mengembangkan vaksin-vaksin untuk bakteri yang dilapisi gula, mereka menemukan bahwa vaksin-vaksin polisakarida murni tidak bekerja dengan baik pada bayi. Tetapi ketika mereka menggabungkan polisakarida dengan suatu protein, vaksin-vaksin lebih efektif untuk bayi dan anak kecil. Vaksin yang tidak aktif digunakan untuk penyakit kolera, hepatitis A, influenza, Lyme, plak, pertusis (batuk rejan), polio (suntikan), rabies, dan tifoid. Jenis lain vaksin yang tidak aktif adalah toksoid, yang dibuat dari toksin (racun) yang sudah dinon-aktifkan yang diproduksi oleh bakteri dan virus. Vaksin-vaksin untuk difteria dan tetanus adalah toksoid.
3. Vaksin Rekomendasi DNA, dibuat dengan tehnik genetika. Vaksin hepatitis B adlah salah satu contohnya. Vaksin ini tidak menggunakan seluruh organisme, tetapi mengambil gen-gen khusus dari bahan penimbul infeksi (misalnya virus, bakteri) dann menambahnya ke dalam biakan virus. Misalnya, vaksin hepatitis B dibuat dengan menyisipkan sebagaian dari gen virus B ke dalam ragi roti, suatu biakan di dalam mana vaksin diproduksi. Para ahli mengatakan bahwa vaksin rekomenasi DNA adalah vaksin lain karena ia tidak mengandung seluruh bahan infeksi dan karenanya tidak bisa menyebabkan infeksi yang sesungguhnya. Tetapi kekhawatiran terbesar tentang vaksin ini adalah mereka bisa menyebabkan sistem imun tubuh memproduksi antibodi-antibodi yang pada gilirannya menyerang bagian-bagian tubuh dan meninggalkan masalah kesehatan. Masih banyak yang belum diketahui tentang efek dari vaksin rekomendasi DNA.
Untuk vaksin yang tidak dibuat dengan teknologi genetika, bakteri yang beracun atau virus yang hidup  akan dilemahkan dengan berulang-ulang dilewatkan melalui suatu media biakan, untuk mengurangi keampuhannya. Vaksin-vaksin mati dinon-aktifkan dengan menggunakan pansa, radiasi atau bahan kimia. Virus atau bakteri yang telah dilemahkan kemudian dikuatkan dengan menambah bahan penstabil atau tambahan bahan-bahan yang mendorong produksi antibody. Bahaya bisa menyusup selama pembuatan vaksin. Semua virus mati atau hidup mengandung DNA dan RNA, yaitu materi pembawa genetic. Ketika vaksin dibuat, virus-virus ini ditempatkan di dalam suatu media biakan, misalnya sel-sel masnusia (jaringan janin yang gugur), otak kelinci, jaringan marmot, jaringan ginjal anjing, jaringan ginjal monyet, embrio ayam, lambung babi, protein telur ayam, dll. DNA dan RNA dari virus bisa ditangkap oleh sel-sel hewan di dalam biakan. Sel-sel tempat RNA virus sudah bersatu ke dalam DNA dari sel-sel hewan disebut Provirus.
Provirus bisa tetap tidak aktif (tidur) di dalam tubuh selama bertahun-tahun. Jika provirus menjadi aktif, banyak ahli yang percaya bahwa provirus bertanggung jawab untuk kelainan auto-imun, di mana sistem imun tidak bisa membedakan jaringanya sendiri dengan benda asing penyerang, dengan demikian tubuh menyerang dirinya sendiri. Termasuk di dalam penyakit auto-imun adalah diabetes, rematoid arthritis, dan asma. Selain itu protein hewan yang digunakan di dalam biakan tidak dicerna di dalam tubuh manusia, dan protein yang tidak dicerna adlah penyebab utama alergi. Protein yang tidak dicerna juga bisa menyerang lapisan dinding pelindung sel-sel syaraf dan menimbulkan masalah persyarafan.
Jenis jaringan lain tempat vaksin ditumbuhkan adalah jaringan janin manusia. Paling sedikit satu dari setiap vaksin polio, MMR, rabies, cacar air, dan hepatitis A dibuat dengan cara ini. Vaksin-vaksin ini bisa saja menyebabkan respon auto-imun setelah disuntikan, perlu kajian lebih lanjut untuk memastikannya. Bagi beberapa orang, penggunaan jaringan janin manusia merupakan isu etika, karena jaringan ini biasanya didapatkan dari janin yang digugurkan. (Stephanie Cave and Deborah Mitchell, Orangtua harus tahu tentang Vaksinasi pada Anak, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2003)

Data dan Proses Pembuatan Vaksin
            Proses pembuatan Vaksin Polio Inaktif (IVP), Virus Polio dikembang biakan menggunakan sel vero (berasal dari ginjal kera) sebagai media.
Proses produksi :
1.  Penyiapan medium (sel vero) untuk pengembangbiakan virus     3. Panen virus          5. Atenuasi (pelemahan virus)
2.  Penanaman                                                                        4. Pemurnian virus

Tripsin
Digunakan dalam proses pembuatan vaksin sebagai enzim proteolitik (enzim yang digunakan sebagai katalisator pemisahan sel/protein). Tripsn digunakan dalam proses produksi OVP (oral Polio Vaccine) dan IPV (Inaktivated Polio Vaccine) yang merupaka unsure/derivate pancreas babi. Dalam setiap tahapan amplifikasi sel, Tripsin harus dicuci bersih oleh karena tripsin akan menyebabkan gangguan pada saat sel vero menempel pada mikrokarier.
Produk Akhir Tidak Mengandung Tripsin
Kemungkinan masih adanya tripsin pada produk akhir adalah nihil karena, tripsin dicuci (dihilangkan) setelah digunakan. Jika enzim ini tidak dihilangkan secara sempurna, sel tidak akan bisa melekat dengan benar pada mikrokarier untuk proses pengembangan sel berikutnya, pencucian menggunakan larutan PBS Buffer. Proses pembuatan vaksin polio ini menggunakan tahap pemurnian, seperti ultrafitrasi, dilusi dan kromatografi di mana sangat berperan dalam menghilangkan residu tripsin jika masih ada. Tripsin yang berasal dari babi merupakan katalisator penting dalam pembuatan vaksin polio.
Selain ginjal kera, sumber lain untuk media adalah embrio kera, embrio ayam, embrio kelinci, embrio manusia. Di AS gereja katolik dan kelompok prolife menolak keras pemakaian embrio manusia untuk media pembentukan kultur sel (cell line).
Ada cell line yang mendominasi pasar :
1.  WI-38 : produksi Wistar Institute Philadelpia (dikembangkan oleh Dr. L. Heyflik, 1962) berasal dari sel paru embrio perempuan berusia 3  bulan yang mengalami aborsi.
2.  MCR-5 : produk Medical Research Council (MCR), Inggris 1966, berasal dari sel paru-paru embrio laki-laki berusia 14 minggu yang sengaja di aborsi oleh ibunya karena alas an kejiwaan.
3.  PER-C6 dibuat oleh Dr. Alex Van Der Eb dari retina embrio berusia 18 minggu yang sengaja diaborsi oleh ibunya. (Prof. Dr. Jurnalis Udin, seminar nasional kehalalan obat dan kosmetika LP POM & University YARSI, 17 April 2007)

Vaksin yang Berasal dari Embrio manusia
Penyakit                                   Nama vaksin                   Produksi                        Cell line
Polio                                        Poliovax                         Aventis/Pas                    MRC-5
Rabies                                      Imovax                          Ditto                             MRC-5
Hepatitis A                                Havrix                           Merch                            MRC-5
Smallpox                                   Acambis                        Glaxo/SK                        MRC-5
Chickenpox                               Varivax                          Merck                            MRC-5/WI-38
Measles, Mumps, Rubella              MMR II                          Merck                            WI-38
Mumps, Rubella                          Biavax                           Merck                            WI-38
Rubella only                               Meruvax                        Merck                            WI-38
 

Reaksi Imunisasi pada Tubuh Manusia
Di berbagai wilayah di dunia dengan instruksi WHO, program untuk imunisasi masal dijalankan oleh pemerintah Negara melewati UU Kesehatan. Program  imunisasi masal mempunyai sasaran utama yaitu bayi dan anak-anak, kepada orangtuanya dikatakan bahwa mereka harus menerima dosis ganda dari 10 vaksin yang berbeda sejak kelahiran sampai usia 5 tahun. Alasan dibalik imunisasi masal dinyatakan  oleh Rapat Tahunan Kesehtan Dunia yang ke-13 :Vaksinasi bukan sekedar masalah pribadi. Vaksinasi adalah masalah masyarakat, karena tujuan dari program vaksinasi adalah menghasilkan imunitas kelompok.
Imunitas kelompok adalah tingkat di mana suatu populasi tertentu bisa bertahan terhadap penyakit. Untuk mencapai tingkat imunitas kelompok yang tinggi, kelompok yang berpihak pada imunisasi missal berusaha untuk mencapai angka vaksinasi yang setinggi mungkin dengan harapan nyaris setiap orang di dalam kelompok yang terpilih akan terlindungi dari penyakit. Salah satu argumentasi utama mereka yang menentang imunisasi masal pada anak-anak adalah bahwa badan-badan pemerintah, pabrik vaksin dan pemain lain dalam area vaksinasi wajib memiliki sikap “satu ukuran untuk semua orang” yang sangat berbahaya. Padahal setiap orang berbeda dengan yang lain dengan genetika, lingkungan sosial, riwayat kesehatan keluarga dan pribadi yang unik yang bisa berefek pada acara mereka bereaksi terhadap suatu vaksin. Selain itu tidak semua penyakit dan vaksin adalah sama.
Vaksin tampaknya saja aman karena iklan yang didengungkan secara berkesinambungan, tetapi sesungguhnya sangat berbahaya. Efek buruk vaksin bisa menyebabkan cedera, komplikasi bahkan kematian bagi si penerima vaksin. Efek uruk itu bisa terjadi beberapa jam, beberapa hari, beberapa bulan atau tahun, tergantung pada tubuh si penerima vaksin. (Stephanie Cave and Deborah Mitchell, Orangtua harus tahu tentang Vaksinasi pada Anak, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2003)  

Racun
Pada vaksin yang mengandung bakteri mati, bakteri ini bisa melepaskan racun ke dalam aliran darah. Jika racun ini mencapai otak bisa menjadi masalah persyarafan, termasuk autisme, kesulitan memusatkan perhatian dan masalah prilaku.

Auto-imun
Vaksin seharusnya memicu sistem imun tubuh untuk menyerang komponen-komponen vaksin. Tetapi bagaimana jika sistem imun menyerang lebih banyak daripada yang seharusnya, yaitu menyerang bagian-bagian tubuh yang susunan kimiawinya serupa dengan vaksin? Jenis reaksi ini disebut auto-imun, yang berarti tubuh menyerang diri sendiri. Reaksi ini bisa terjadi pada vaksin campak, tetanus dan flu.

Infeksi
Vaksin yang mengandung virus hidup bisa menyebabkan penyakit yang seharusnya dicegahnya. Salah satu contohnya adalah vaksin polio oral (ditelan) yang sejak 1 januari 200 tidak lagi dianjurkan untuk digunakan karena vaksin tersebut bertanggung jawab untuk sekitar 10 kasus polio yang dilaporkan per tahun ketika vaksin tersebut diberikan. Juga vaksin campak, gondongan, rubela dan cacar air, kadang-kadang menjuruskan ke gejala-gejala penyakit yang seharusnya dicegah.

Efektivitas dan Keamanan Vaksin Diragukan
Puluhan ribu kejadian buruk akibat vaksin telah dilaporkan, dan ada puluhan ribu lainnya yang tidak dilaporkan. Pada bulan April 1998, ketika sebuah artikel pada “Journal of the American Medical Association” melaporkan bahwa labih dari 2 juta orang Amerika menjadi sakit parah dan 106 ribu meninggal setiap tahunnya karena reaksi racun dari obat-obatan yang diresepkan oleh petugas kesehatan profesional. Pada anak-anak, vaksin dan antibiotika bertanggung jawab untuk sebagian besar reaksi negatif dibandingkan obat-obat resep lainnya.
Pada bulan Oktober 1999, Neal Halsey, MD. Direktur Institut untuk Keamanan Vaksin, Sekolah Kesehatan Masyarakat, Universitas Johns Hopkins memberikan kesaksian di hadapan komite untuk Reformasi Pemerintah dari Dewan Perwakilan Amerika Serikat. Dalam pernyataannya ia berkata “Keamanan vaksin harus dilandaskan pada ilmu pengetahuan yang baik, bukan hipotesa, pendapat, keyakinan perorangan atau pengamatan. Agen-agen Federal yang bertanggung jawab untuk keamanan vaksin dan universitas-universitas besar mempunyai prosedur untuk menjamin penelitian dan kajian ilmiah yang berkualitas tinggi untuk isu keamanan vaksin.” Banyak orang mempertanyakan apakah prosedur ini ditepati, terutama pada kasus-kasus seperti vaksin rotavirus, yang dilemparkan ke pasar pada tahun 1999 setelah vaksin ini menyebabkan hampir 100 reaksi buruk yang serius dan sedikitnya satu kematian. (Halsel, Neal. Testimony of October 1999 the House Committee on Government Reform, www.house.gov/reform/hearings/healthcare/99.10.12/halsey.html)

Imunisasi Masal akibatkan lebih banyak penyakit
Fakta banyak yang tidak diketahui para ilmuwan tentang cara kerja vaksin di dalam tubuh di tingkat sel dan molekul. Demikian juga efek jangka panjang dari dilanjutkannya vaksinasi masal kepada anak-anak. Sejak akhir tahun 1950-an, ketika vaksinasi masal mulai diwajibkan di AS, telah terjadi peningkatan insidensi kelainan sistem imun dan persyarafan, termasuk kesulitan memusatkan perhatian, asma, autisme, diabetes anak-anak, sindrom keletihan menahun, kesulitan belajar, rematoid arthritis, multipel sklerosis, dan masalah kesehatan yang menahun lainnya. “Angka asma dan kesulitan memusatkan perhatian naik 2 kali lipat, diabetes dan gangguan belajar naik 3 kali lipat dan sebagian besar negara bagian mengalami lebih dari 300% peningkatan autisme,” kata Barbara Loe Fisher, salah satu pendiri dan presiden Sentra Informasi Vaksin Nasional, suatu organisasi nirbala terbesar dan terlama yang mengabdikan diri untuk pencegahan cedera dan kematian akibat vaksin. Banyak para ahli dan orangtua meyakini, masalah kesehatan menahun ini akibat serangan yang berkelanjutan terhadap sistem imun bayi dan anak akibat dari suntikan-suntikan virus, bakteri dan berbagai bahan racun lewat imunisasi. (Fisher, barbara Loe, “Shots in the dark”, The Next City (Summer 1999):39ff)

Iklan Vaksin Dosis Ganda pada Bayi
Satu suntikan lima penyakit sekaligus? Setelah kelahiran bayi Anda, orangtua biasanya mengantarkan bayinya untuk diimunisasi. Bayangkan betapa sibuknya Anda dan kasihan si kecil harus disuntik berulang kali. Namun kini tersedia solusi bagi masalah tersebut. Anak Anda bisa memperoleh vaksin sesuai jadwal, tanpa harus disuntik berulangkali. Setiap ibu tentunya ingin memberikan yang terbaik untuk bayinya. Apalagi dalam memberikan vaksinasi dasar untuk mencegah penyakit. Ada 7 penyakit utama yang sering menjadi penyebab bahkan kematian bayi, yaitu tuberkulosa, campak, difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), polio dan meningitis (radang selaput otak). Vaksinasi dosis ganda (kombinasi) adalah vaksin yang terdiri dari beberapa bibit penyakit yang dilemahkan, yang dimaksudkan untuk dapat mencegah beberapa penyakit misalnya, meningitis yang disebabkan oleh bakteri Hib, polio dan dengan vaksin kombinasi 5 in 1 dapat mengurangi jumlah suntikan pada bayi, dan juga memudahkan para ibu yang sibuk. (Sanofi pasteur the vaccines business of sanofi aventis group, 9 months magazine, maret 2008. hal 5). Inilah salah satu promosi dari produk vaksinasi yang ada di tengah masyarakat sekarang ini.

Fakta Dosis Ganda
Fakta yang terjadi ketika dosis ganda diberikan adalah sebagai berikut. Dosis ganda adalah tindakan yang bisa menyebabkan masalah serius bagi anak-anak. Memang masuk akal, semakin banyak benda asing bahan penyebab penyakit, maka semakin besar kemungkinan terjadinya reaksi buruk yang tidak diharapkan. Tetapi ada orang-oranag yang beranggapan bahwa dosis ganda vaksin adalah tindakan yang bijaksana.
Sentra Pengendalian Penyakit (CDC) bersiteguh bahwa penggabungan vaksinasi akan menghemat waktu dan biaya bagi orangtua, serta kurang menimbulkan trauma trauma pada anak. Tetapi apakah semua penghematan ini layak untuk mengorbankan kemungkinan mencederai seorang anak? Paling sedikit seorang petugas pemerintah tidak berpikir demikian. Anggota kongres Dan Burton, R-Ind yang mengetuai Komite untuk Reformasi Pemerintah dari Dewan Perwakilan AS yang telah mengamati isu keamanan vaksin, mempunyai 2 cucu yang mendapatkan reaksi buruk dari vaksin. Cucu perempuannya hamper meninggal setelah menerima vaksin hepatitis B. Dan cucu laki-lakinya menjadi autistik setelah disuntik dosis ganda pada suatu hari yang sama. (Burton, Dan, Statements, Koch,Cq Researcher, hal 654)

Ada Apa dengan Dosis ganda?
Marcel Kinsbourne,MD, spesialis syaraf anak-anak dan professor peneliti pada sentra untuk Kajian Kognitif pada Universitas Tufts, mengungkapkan kekhawatirannya tentang keamanan dosis ganda vaksin kepada komite untuk reformasi pemerintah dari Dewan Perwakilan AS. Dr. Kinsbourne mengatakan, “Ketika beberapa vaksin diberikan sekaligus, vaksin-vaksin tersebut bisa menimbulkan efek buruk.” Pemberian dosis ganda sering terjadi terutama pada bayi. Misalnya vaksin campak dan gondong yang diberikan secara bersamaan di dalam vaksin MMR. Ada dugaan bahwa kombinasi ini menimbulkan penyakit radang usus dan kemunduran perkembangan ke status autistik pada beberapa anak di tahun kedua kehidupannya. Salah satu kekhawatiran yang menonjol di antara para kritikus yang menentang dosis ganda adalah kenyataan bahwa vaksin kombinasi dari yang sudah ada di pasar (misalnya MMR, DPT/DaPT). Salah satu rencananya adalah menambahkan vaksin varicella kepada vaksin MMR. Rencana lain adalah mengembangkan vaksin super, yang mengandung bahan genetik lebih dari 20 virus, bakteri, dan organisme penyebab penyakit lainnya dalam satu bentuk oral (yang ditelan) yang diberikan pad saat lahir. (Kinsbourne, Marcel. Testimony of August 3, 1999 before the House Committee on Government Reform)

Dosis Ganda pada Orang Dewasa
Bahaya dosis ganda juga berlaku bagi orang dewasa. Vaksinasi missal sering terjadi pada orang dewasa di kalangan militer, dan kasus perang teluk pada tahun 1995, bisa menjadi contoh yang baik, tentara AS yang dikirim ke perang menerima 17 vaksin, yang berbeda ditambah suatu obat percobaan. Mungkinkah serangan masal pada sistem ini merupakan penyebab dari puluhan ribu tentara yang beberapa tahun kemudian mengalami sindroma perang teluk? Ahli mikrobiologi Howard Urnovitz, Phd, percaya bahwa itulah yang terjadi. Ia berkata bahwa “vaksin-vaksin itu melemahkan sistem imun, membuat para tentara peka terhadap racun, dan infeksi pada lingkungan.”  Gejala dari sindroma perang teluk termasuk nyeri sendi dan otot yang menahun, ruam, sakit kepala, keletihan, hilangnya ingatan, perubahan kepribadian, diare, gangguan tidur dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Urnovitz menganalisis darah banyak veteran perang teluk dan menemukan bahwa 50% dari mereka memiliki RNA yang abnormal, yang menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan kromosom. Kelompok kontrol yang sehat dan bukan militer tidak menunjukkan ke abnormalan seperti ini. Perubahan seperti ini bisa terjadi akibat kontak dengan virus, bakteri, atau racun kimia. Perubahan kromosom yang spesifik pada para veteran perang ini telah dikaitkan dengan penyakit auto-imun seperti rematoid arthritis dan kanker. (Unovitz, Howard, Statements, Koch, CQ Researcher, hal 652)

Vaksin Rotavirus
Rotavirus adalah penyebab utama diare, pada bayi dan anak kecil. Pada saat anak mencapai usia 5 tahun mereka mungkin sedikitnya telah mendapatkan 1 inveksi rotaviris. Tetapi jumlah kasus terbesar dan resiko terbesar adalah pada anak-anak berusia 6 s/d 24 bulan. Rotavirus telah membunuh sekitar 30 anak setiap tahunnya di AS. Pada bulan Maret 1998, Komite Penasehat untuk Praktek Imunisasi (ACIP) dari Sentra Pengendalian Penyakit menyetujui vaksin rotavirus hidup yang dibuat secara genetikal, dengan menggabungkan jenis rotavirus manusia dengan jenis rotavirus monyet. Persetujuan FDA menyusul pada tanggal 31 Agustus 1998. Penelitian selama hampir 20 tahun menyebabkan saat monumental ini. Tetapi kegembiraan segera berubah menjadi kekhawatiran dan ketakutan. Pada bulan November 1999, vaksin ditarik dari pasar karena dikaitkan dengan 99 laporan sumbatan usus yang jarang terjadi disebut “Intussuscevition” dan paling sedikit satu kematian pada bayi, tanpa perawatan yang benar, yang bisa termasuk pembedahan kondisi ini dapat mematikan. June Orient, M.D, direktur pelaksanaan dari Asosiasi Dokter dan Ahli Bedah AS (AAPS), mempertanyakan mengapa vaksin ini pada awalnya disetujui. Dalam suatu pertemuan terbuka dengan para wartawan, ia bertanya apa yang mereka FDA dan CDC ketahui dan kapan mereka mengetahuinya? AAFS telah mempelajari laporan-laporan dan telah menyimpulkan bahwa FDA dan CDC tidak mempedulikan atau menyembunyikan data yang menunjukkan masalah sejak awal. Ia bertanya-tanya apakah vaksin rotavirus hanyalah puncak dari gunung es dan apakah vaksin-vaksin lain telah dipaksaka tanpa pengetesan keamanan yang memadai? Ia percaya bahwa tragedy vaksin rotavirus mungkin tidak akan pernah terjadi jika masyarakat memiliki akses kepada data yang digunakan oleh FDA dan CDC. Dalam menganjurkan vaksin ini. Apakah ini kahir dari vaksin rotavirus? Para peneliti sedang mengerjakan suatu vaksin lain, tetapi mengingat kenyataan pahit yang ditimbulkan oleh vaksin sebelumnya, maka mungkin baru bertahun-tahun lagi vaksin akan dilepaskan. (Rotavirus informasi, lihat : www.pcc.com/list/pedtalk.archive/9909/0091.html;morbidity and Mortality Weeklyn Report, 16 Juli, 1999, pada www.cdc.gov.epo/mmwr/preview/mmwrhtm/mm4827 al.htm; dan Mitchael Devitt.”CDC Pulls the plug on Rotavirus Vaccine,” pada www.chiroweb.com/archives17/24/04.html).

Bagaimaa Vaksinasi yang Diajarkan Rasul?
Minimal pada hari kke-7 setelah lahir, bayi ditahnik, dimasukkan kurma yang telah dikunyah oleh orangtuanya ke langit-langit bagian atas mulut bayi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar