Sabtu, 17 Desember 2011

5 KIBLAT PENGOBATAN


Banyak kiblat pengobatan pada zaman sekarang ini, namun setidaknya ada lima kiblat pengobatan yang dikenal luas oleh masyarakat, diantaranya :
1.   Alopati
Harus diakui bahwa pengobatan konvensional yang berasal dari barat ini memiliki banyak kelebihan seperti penggunaan teknologi modern untuk mendeteksi penyakit (clinical diagnosis), melakukan operasi (pembedahan) pembuatan obat-obatan (farmakologi), penanganan mata (optalmologi), penghilang rasa/bius (anestisologi). Selain itu pengobatan konvensional telah dilengkapi dengan berbagai temuan mutakhir dalam kasus-kasus tertentu. Seperti penanganan kecelakaan, cedera, pemindahan organ tubuh, cangkok, dsb. Namun memiliki kelemahan yang tidak sedikit bahkan sangat membahayakan kehidupan manusia. Seperti yang disinyalir oleh Dr. Paapo Airola, seorang dokter kebangsaan Amerika mengatakan bahwa semua obat “dadah” (obat kimia yang digunakan dalam pengobatan konvensional) menyebabkan efek samping yang sangat berbahaya. Hal ini senada dengan Dr. Ivan Ilich dalam bukunya “Limits to Medicine” (1926) setelah satu abad mengejar sebuah impian tentang pengobatan, kini ditemukan hikmah bahwa dunia pengobatan ternyata tidak banyak membuat perubahan yang berarti beberapa waktu yang lalu. Jadi secara sederhana obat-obatan kimia sintetis ialah obat yang bisa menyembuhkan satu penyakit dan menimbulkan penyakit lain yang lebih parah di esok hari, inilah “Side effect”, efek samping dari pengobatan konvensional.
Selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dari sifat obat-obatan kimia, diantaranya ialah :
A.   Bersifat sementara
Kalau kita cermati iklan obat-obatan memakai istilah “meredakan” bukan “menyembuhkan” karena memang demikian halnya, ketika seorang pasien sakit  lalu memakai obat-obatan kimia maka gejala sakitnya menjadi hilang karena sifat dari pengobatan konvensional ini bersifat “Symptomatic treathment”, menghilangkan gejala sakit saja. Sederhananya dengan cara seperti ini urat saraf yang menuju tempat sakit ini ditekan agar tidak sakit (analgesik), penahan rasa sakit saja. Kelebihannya pasien lebih cepat sembuhnya, kelemahannya tidak menyembuhkan bahkan dalam kasus lain jadi kecanduan obat karena bila tidak makan obat itu rasa sakitnya datang kembali, bahkan bertambah dosis juga ketergantungan obat.
B.  Bersifat menipu
Ketika kita sakit kepala dan makan obat kimia maka dengan cepat sakitnya hilang. Ada beberapa obat yang fungsinya mengalihkan perhatian obat, otak dirangsang untuk tidak tertuju akan rasa sakit, namun dialihkan akan hal-hal lainnya. Dari pemaparan kedua sifat ini terlihat bahwa meredakan dan mengalihkan bukanlah menyembuhkan, semakin kita banyak mengkonsumsi obat kimia berarti semakin banyak pula kita menimbun racun dalam usus kita, hal ini yang mengkombinasikan sakit yang tidak diobati dan penimbunan racun yang terus menerus menimbulkan efek komplikasi pada diri kita, yaitu rusak atau tidak berfungsinya organ-organ tubuh kita secara sempurna seperti jantung, lever, ginjal, dll.
C.  Bersifat keras
Kita mengenal antibiotik, hampir setiap kali kita berobat diberi antibiotik. Secara harfiah antibiotik bermakna anti = tidak, melawan, biotic = hidup, jadi antibiotik ini ialah obat yang melawan kehidupan. Maksudnya ialah dalam tubuh kita terdapat dua bakteri, menguntungkan dan merugikan. Ketika kita sakit berarti bakteri merugikan lebih mendominasi dibanding bakteri menguntungkan. Dengan pemberian antibiotik bakteri merugikan ini dibunuh populasinya supaya berkurang hanya saja efek sampingnya bakteri menguntungkanpun ikut terbunuh, maka wajar kita sembuh dari satu penyakit tapi kita bertemu dengan penyakit lain, kita akan jadi gampang sekali terserang karena imuniti tubuh kita menjadi lemah, dalam kasus yang lain ada yang menjadi jantungnya berdebar ataupun lemas dibagian kaki terutama lutut setelah mengkonsumsi antibiotik. Di dalam “Convention Of Medical Heretic”, Robert S. Mendelsohn berkata hampir 100% antibiotik yang diberikan tidak perlu. Dia yakin bahwa antibiotik hanya diperluakn 3 – 4 kali dalam hidup. Sebuah buku baru “Bad treathment, Bad Doctor” yang ditulis oleh seorang radiologis University Keio Jepang, menjelaskan bahwa ada kecenderungan penggunaan antibiotik untuk demam dan selesma biasa secara berlebihan. Hal ini mengakibatkan tubuh menjadi lemah tetapi virus dan bakteria menjadi semakin kuat.
2.  Mistis
Diakui ataupun tidak sejak zaman purba hingga zaman sekarang praktik pengobatan seperti ini sangatlah disukai oleh masyarakat banyak minimal terkelabui dengan imbing-imbing penyebutan nama Allah dan Al-Qur’an. Padahal Rasulullah telah bersabda :
مَنْ أَتَى كَاهِنًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ فَصَدَقَهُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صلعم وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا وَلَا يُصدِّقُهُ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةُ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا
“Barangsiapa yang datang kepada dukun, menanyakan suatu perkara lalu membenarkan ucapan dukun itu, kufurlah ia terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad saw, dan barangsiapa datang dan tidak membenarkannya, tidak akan diterima shalatnya selama 40 hari”. (HR Thabrani)
Kita mesti mewaspadainya, mengandalkan kekuatan mistis terkadang pengobatannya non logis, tidak masuk akal, bahkan melanggar sunnatullah. Bisa jadi setelah kita berobat jadi sembuh, tapi tetap kesembuhan itu dari Allah swt, bahkan bisa jadi kesembuhan yang kita dapatkan dari mereka hanya merupakan istidroj (sungkunan) dari Allah swt.
إِنَّ الرِّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya ruqyah, jimat-jimat, jampi-jampi (mantera, guna-guna, sihir) itu syirik.” (HR Ahmad)
3.  Ayurveda
Salahsatunya ialah terapi urin yang diistilahkan dengan TAS (Terapi Air Seni). TAS ini pertama kali dicetuskan 100 tahun yang lalu oleh orang-orang Majusi, yang mustahil dilakukan para ilmuwan/ahli medis Islam karena dalam hadits-hadits dijelaskan bahwa itu merupakan najis. Namun dalam sejarah di India, ditemukan sebuah dokumen berusia 5000 tahun telah menerangkan praktek TAS yang  di  dalamnya  ada  referensi  tentang  tumbuh-tumbuhan  dan  obat-obatan  yang masih  digunakan  oleh Ayurvedic  masa  kini.
Dokumen ini berisi 107 ayat (seloha) dinamakan Shivambu Kalpa Vidhi (metode meminum air seni supaya tetap awet muda), dan bagian dari sebuah dokumen yang disebut Damar Tantra.
Air seni dalam bahasa mereka diistilahkan Shivambu yang secara harfiah berarti Air Shifa, Dewa tertinggi dalam kepercayaan India. Sekurang-kurangnya ada 35 buku berbahasa Inggris dan 2 buku berbahasa Indonesia yang dapat dijadikan nara sumber TAS tetapi tak satupun yang dapat meyakinkan kita tentang keilmiahannya apalagi keilahiahannya atau islaminya, sebab dari 37 buku yang diterbitkan tahun 1918 yang ditulis oleh Dr, Charles H. Duncan, jelas-jelas merupakan buku yang ditulis oleh orang-orang Nashara Asli.
4.   Yin & Yang
Pengobatan ini lahir dari negeri Cina. Ilmu pengobatan Cina memang telah maju sejak 2500 tahun SM, sebelum berkuasa kaisar Yao. Disebut Yin & Yang karena pengobatan ini erat hubungannya dengan kepercayaan terhadap dua dewa yang menjadi unsur penting, yaitu Yin (dewa bumi) dan Yang (dewa langit). Keduanya mempengaruhi alam dan isinya, dalam diri manusia juga terdapat unsur Yin dan Yang itu, jika keduanya seimbang manusia menjadi sehat dan jika tidak seimbang manusiapun menjadi sakit. Banyak terapi yang digunakan dalam pengobatan ini diantaranya Akupuntur, Akupresur, Pijatan dengan tangan, Tongkat, Biji-bijian, Batu Kasar, Batu Halus dan Batu Giok, ada juga dengan jamu-jamuan, sihir, dll.
Namun pengaruh Budha cukup kuat hingga mempengaruhi pembendaharaan pengobatan  mereka yang sekarangpun banyak kita kenal yaitu senam-senam yang berpangkal pada Yoga, yaitu pengobatan dengan pengaturan nafas yang sebenarnya berasal dari ajaran Dahtayana. Pengobatan yang awalnya terbatas ditingkat biara-biara Budha. Maka wajar bila di dalamnya mengandung unsur mistik. Pengobatannya dilakukan dengan cara rabaan renggang dan pemusatan tenaga lalu dihubungkan dengan kepercayaan-kepercayaan terhadap gangguan ruh-ruh dan makhluk halus, yang ia usir dengan pancaran “Sinar Putih” dan “Tangan Sakti”. Mereka menyebut kekuatan itu dengan “Chie”.
Sesungguhnya Yoga itu termasuk cara peribadatan Budha dan Hindu. Menurut penganut ajaran Budha,  dengan Yoga meditasi, konon kabarnya jiwanya dapat bersatu dengan “Budha” atau bersatu dengan “Brahman atau Mahatman” menurut ajaran Hindu.
5.   Thibbun Nabawi
Ialah pengobatan cara Nabi atau pengobatan yang pernah dilakukan Nabi. Pengobatan yang mulai dilupakan orang hari ini. Maka wajar bila keberadaannya timbul tenggelam, kalah oleh pengobatan konvensional yang jelas-jelas mengandung banyak efek samping. Nabi kita memang tidak diturunkan sebagai seorang tabib, namun kita yakin bahwa yang disabdakan Rasul ialah merupakan wahyu. Ciri khas dari pengobatan ini bersifat “ilahiah dan alamiah”. Sesuai dengan konsep Islam yang bersifat fitrah, dari mulai aqidah, ibadah, muamalah, demikian juga dalam pengobatannya. Seperti yang disebutkan oleh DR. Ja’far Khadem Yamani, syari’ah Islam yang dibawa Nabi saw terkandung nilai-nilai ath-thib (kedokteran) yang murni dan tinggi. Karena prinsip dari syari’ah Islam ialah membawa mashlahat umat manusia pada masa sekarang dan yang akan datang. Bila kita perhatikan ternyata ulama-ulama pendahulu seperti As-Suyuthi, Ibnu Qayyim, selain faqih mereka juga dikenal sebagai tabib yang professional, bahkan Imam Bukhari, Imamul muhadditsin dikenal sebagai ahli hadits yang pertama kali menyusun kitab Ath-Thibbun Nabiy, didalamnya tedapat lebih dari 80 hadits yang berkaitan dengan kedokteran. Terapi yang beliau sukai ialah terapi Madu (Herba) dan Bekam (Al-Hijamah). Hal ini termaktub dalam kitab Shahih Bukhari dalam kitab  Ath-Thib :
اَلشِفَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ شَرْبَةِ عَسَلٍ وَ شَرْطَةِ مِحْجَمٍ وَ كَيَّةِ نَارٍ وَ أَنْهَى أُمَّتِى عَنِ الْكَيِّ

“Dari Ibnu ‘Abbas ra, dari Nabi saw telah bersabda : Kesembuhan (obat) itu ada pada tiga perkara, yaitu minum madu, berbekam dan berkay dengan api, dan aku melarang umatku berkay dengan api itu”. (HR Bukhari).


Terapi Herba
       Jauh sebelum Islam datang bahkan 5000 thn SM pun praktik pengobatan sudah ada. Dan bukan hal yang mustahil zaman Rasulullahpun sudah tersebar banyak cara pengobatan termasuk didalamnya terapi herba dan bekam, namun dari sekian banyak terapi, Rasulullah saw memilih dua terapi ini sebagai ikhtiar memperoleh kesembuhan dari Asy-Syafi, Allah Yang Maha Penyembuh.
       Terapi herba ialah terapi dengan tumbuh-tumbuhan yang mengandung obat, hal ini diambil dari sabdanya “Bi syarbati ‘asalin” (minum madu). Karena sekurang-kurangnya seekor lebah hinggap di 144 macam tumbuh-tumbuhan, bisa kita bayangkan berapa ribu sari herba yang kita minum dalam tiap sendok madu, kemudian oleh para tabib-tabib terdahulu diurailah herba-herba ini menjadi lebih spesifik untuk proses dan dosis yang tepat dalam mengobati penyakit. Maka wajar bila lambang apotik Islam berlambangkan Herba.
       Kelebihan herba diantaranya ialah probiotik (tidak antibiotik), meningkatkan imunitas tubuh, tidak akan terjadi efek samping, mengandung nutrisi, makanan, vitamin dan mineral organik, serta mengobati sumber penyakit, causa (penyebab) penyakit dan tidak hanya mengobati satu macam penyakit, salahsatunya ialah Tempuyung/Jombang (Jawa), atau Lalakina, Galigug, Lempung, Rayana, Lampuyang (Sunda), Sonchus Arvensis L (Latin), yang ada disekitar kita bahkan dengan mudah kita dapatkan memiliki khasiat yang luar biasa, diantaranya dapat mengobati : Batu saluran kencing, batu empedu, radang usus buntu (apendisitis), jantung, radang payudara (mastitis), disentri, wasir, beser mani (spermatorea), darah tinggi, pendengaran berkurang (tuli), reumatik, memar, bisul dan luka bakar. Dalam pengobatan alopati banyak yang belum diketemukan obatnya, virus HIV misalnya, penderita AIDS divonis tidak akan sembuh, suatu penyakit yang disebut azab dari Allah, namun akankah Allah memberikan penyakit tanpa ada obatnya termasuk pada seorang bayi yang lahir dari perempuan yang positif HIV? Tentu tidak jawabannya, karena dari hasil penelitian National Cancer Institute dari Amerika Serikat telah menemukan senyawa aktif calanolides yang dapat mematikan virus HIV. Senyawa itu diperoleh dari herba species Bintangur (Callophyllum Lanigerum) yang tumbuh di hutan Serawak.
Di Barat, ketika seorang ikhwan kembali dari Jerman, beliau mengungkapkan bahwa kedudukan terapi herba lebih banyak diminati dibanding obat-obatan konvensional. Bila pasien berobat ke dokter maka ditanyakan apakah obat-obatan yang ingin anda gunakan, konvensional atau herba? Bahkan ada kecenderungan dokter yang tidak memberikan pilihan seperti itu, ditinggalkan pasien. Sejak 35 tahun yang lalu Barat menggembar-gemborkan Back to Nature namun karena tidak diiringi dengan aqidah maka tak jarang dihinggapi Takhayul, Bid’ah, Khurafat dan Syirik. Nabi kita 14 abad yang lalu telah mengungkapkannya.
Terapi Bekam
Bekam adalah istilah bahasa Indonesia yang berarti “membuang darah”.  Dalam bahasa Arab disebut  “Al-Hijamah”, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut “Cupping”. Tubuh yang sehat, pikiran yang sehat dan hati yang bersih adalah faktor penting dalam hidup seorang hamba dalam melaksanakan tanggungjawabnya terutama optimalisasi ibadah kepada Allah swt. Tetapi jika kotoran toksid (racun) dalam badan, hal ini yang menyebabkan statis darah (penyumbatan darah) bahkan diantara penyebab terjadinya penyakit, dimana sistem darah tidak berjalan dengan lancar. Keadaan ini sedikit demi sedikit akan mengganggu kesehatan baik itu fisik ataupun mental seseorang. Kita akan merasa malas, murung, selalu merasa kurang sehat, cepat bosan dan cepat naik darah (marah).
Statis darah mesti dikeluarkan melalui berbagai macam cara, sayangnya obat-obatan alopati tidak mampu bertindak demikian. Namun dengan terapi bekam hal itu sangat memungkinkan untuk mengeluarkan toksid-toksid itu dengan cepat agar badan kita tidak lemah dan diserang penyakit.
Sesungguhnya bekam itu telah dikenal bangsa-bangsa purba sejak kerajaan Sumeria berdiri, lalu bekembang di Babilonia, Mesir, Saba dan Persia. Namun menurut Imam As-Suyuthi bekam berasal dari Isfahan. Jadi sebelum Rasul saw diutuspun bekam telah ada, hanya dari sekian banyak terapi, bekamlah yang Rasulullah pilih, hal inilah yang menjadi pertanyaan besar. Bahkan beliau sangat menyenanginya terbukti dari seringnya beliau berbekam.
Orang-orang Barat telah lama mengenal pengobatan dengan membuang darah, pada abad ke 18 mereka menggunakan lintah sebagai alat untuk berbekam, pada suatu waktu Perancis pernah mengimport 40 juta ekor lintah untuk keperluan itu. Lintah-lintah itu akan dilaparkan terlebih dahulu dengan tidak diberi makan, jadi bila ditempelkan pada tubuh manusia dia akan terus menghisap darah dengan begitu sangat efektif sekali. Setelah kenyang lintah itu tidak berusaha lagi untuk bergerak dan terus jatuh. Begitulah lintah mengakhiri “upacara” berbekamnya.
Dulu, ketika penulis belajar hadits, Rasulullah berbekam itu dipandang  dengan  pengobatan yang sangat mengerikan, karena paradigma pengobatan konvensional, juga terbayang torehan benda tajam (pedang, silet atau kapak kecil) untuk mengeluarkan darahnya. Namun setelah penulis bergabung dengan Lembaga Pendidikan Pelatihan Thibbun Nabawi Bandung, paradigma itu berubah 180 derajat, karena bekam yang sekarang sesuai dengan perkembangan zaman, ditunjang dengan peralatan yang canggih, bertekhnologi tinggi dan diakui oleh para dokter juga dari tekhnik-tekhnik sterilisasinya demikian pula dalam hal meminimalisir rasa sakit bahkan tidak terasa.
Dari kebanyakan pasien yang dibekam, mereka menyatakan tubuh mereka jauh lebih ringan, hal ini dikarenakan peredaran darah menjadi lebih lancar setelah darah statisnya  dikeluarkan, warnanya hitam pekat dan menggumpal, ibarat marus. Sebagian orang berpendapat bahwasannya donor darah juga mengeluarkan darah, namun hemat penulis hal itu bukanlah berbekam, karena yang dikeluarkan bukanlah darah kotor namun darah yang bisa didonorkan tentulah harus bersih dari penyakit. Dan berbekam itu darah yang diambil tidak sebanyak donor darah, hanya sedikit saja. Apabila diungkapkan apakah donor darah bisa menyembuhkan penyakit? Sedangkan fakta membuktikan pasien jantung koroner yang divonis harus terus berobat sampai ajal tiba. Karena menurut perawatannya penyakit jantung itu tidak ada obatnya, hal ini kontradiktif dengan sabda Rasul :
مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit melainkan menurunkan penawarnya”. (HR Bukhari)
Darah yang diambil dengan dibekam ialah darah yang berada di bawah lapisan jaringan kulit, kapiler, bukan pembuluh vena apalagi arteri. Karena kulit merupakan jaringan terbesar yang ada pada diri manusia yang disanalah beradanya sisa-sisa toksid dalam darah.
Para ahli sepakat bahwa pengobatan yang baik ialah pengobatan luar dalam. Dengan dua terapi ini, herba dan bekam, merupakan kekuatan sinergis bila dipadukan, bekam sebagai terapi luar dan herba sebagai terapi dalam.
Orang-orang Yahudi & Nasrani menyebutkan bahwa selain cara pengobatan mereka disebut sebagai pengobatan alternatif (pilihan lain selain pokok), karena mereka menginginkan cara mereka menjadi nomor satu di dunia dan mengucilkan pengobatan yang sering Rasulullah gunakan bahkan mereka memberi stigma sebagai pengobatan kuno.
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ اْليَهُوْدُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
“Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan pernah ridha kepadamu sehingga kamu mengikuti milah (ajaran) mereka...”
(QS Al-Baqarah : 120)
Sebenarnya pengobatan apapun diperbolehkan selama itu tidak melanggar syari’at Islam, apapun bentuk dan namanya, hanya apabila kita berobat dengan racikan yang tidak terjamin halalan thayyibannya akankah Allah ridha dengan cara seperti itu? Sedangkan sendi kehidupan kita hanya mencari ridha-Nya. Apakah kita belum yakin dengan apa yang disabdakan dan pernah dikerjakan oleh Rasulullah saw?.
Wallahu a’lam bish-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar