Banyak
kiblat pengobatan pada zaman sekarang ini, namun setidaknya ada lima kiblat
pengobatan yang dikenal luas oleh masyarakat, diantaranya :
1. Alopati
Harus
diakui bahwa pengobatan konvensional yang berasal dari barat ini memiliki
banyak kelebihan seperti penggunaan teknologi modern untuk mendeteksi penyakit
(clinical diagnosis), melakukan
operasi (pembedahan) pembuatan obat-obatan (farmakologi),
penanganan mata (optalmologi),
penghilang rasa/bius (anestisologi).
Selain itu pengobatan konvensional telah dilengkapi dengan berbagai temuan
mutakhir dalam kasus-kasus tertentu. Seperti penanganan kecelakaan, cedera,
pemindahan organ tubuh, cangkok, dsb. Namun memiliki kelemahan yang
tidak sedikit bahkan sangat membahayakan kehidupan manusia. Seperti yang
disinyalir oleh Dr. Paapo Airola,
seorang dokter kebangsaan Amerika mengatakan bahwa semua obat “dadah” (obat
kimia yang digunakan dalam pengobatan konvensional) menyebabkan efek samping
yang sangat berbahaya. Hal ini senada dengan Dr. Ivan Ilich dalam bukunya “Limits
to Medicine” (1926) setelah satu abad mengejar sebuah impian tentang
pengobatan, kini ditemukan hikmah bahwa dunia pengobatan ternyata tidak banyak
membuat perubahan yang berarti beberapa waktu yang lalu. Jadi secara sederhana
obat-obatan kimia sintetis ialah obat yang bisa menyembuhkan satu penyakit dan
menimbulkan penyakit lain yang lebih parah di esok hari, inilah “Side
effect”, efek samping dari pengobatan konvensional.
Selain
itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dari sifat obat-obatan kimia, diantaranya
ialah :
A. Bersifat
sementara
Kalau kita cermati iklan
obat-obatan memakai istilah “meredakan”
bukan “menyembuhkan” karena memang demikian halnya, ketika seorang pasien
sakit lalu memakai obat-obatan kimia
maka gejala sakitnya menjadi hilang karena sifat dari pengobatan konvensional
ini bersifat “Symptomatic treathment”,
menghilangkan gejala sakit saja. Sederhananya dengan cara seperti ini urat
saraf yang menuju tempat sakit ini ditekan agar tidak sakit (analgesik),
penahan rasa sakit saja. Kelebihannya pasien lebih cepat sembuhnya,
kelemahannya tidak menyembuhkan bahkan dalam kasus lain jadi kecanduan obat
karena bila tidak makan obat itu rasa sakitnya datang kembali, bahkan bertambah
dosis juga ketergantungan obat.
B. Bersifat menipu
Ketika
kita sakit kepala dan makan obat kimia maka dengan cepat sakitnya hilang. Ada
beberapa obat yang fungsinya mengalihkan perhatian obat, otak dirangsang untuk
tidak tertuju akan rasa sakit, namun dialihkan akan hal-hal lainnya. Dari
pemaparan kedua sifat ini terlihat bahwa meredakan dan mengalihkan bukanlah
menyembuhkan, semakin kita banyak mengkonsumsi obat kimia berarti semakin
banyak pula kita menimbun racun dalam usus kita, hal ini yang mengkombinasikan
sakit yang tidak diobati dan penimbunan racun yang terus menerus menimbulkan
efek komplikasi pada diri kita, yaitu rusak atau tidak berfungsinya organ-organ
tubuh kita secara sempurna seperti jantung, lever, ginjal, dll.
C. Bersifat keras
Kita
mengenal antibiotik, hampir setiap kali kita berobat diberi antibiotik. Secara
harfiah antibiotik bermakna anti = tidak, melawan, biotic = hidup, jadi
antibiotik ini ialah obat yang melawan kehidupan. Maksudnya ialah dalam tubuh
kita terdapat dua bakteri, menguntungkan dan merugikan. Ketika kita sakit
berarti bakteri merugikan lebih mendominasi dibanding bakteri menguntungkan.
Dengan pemberian antibiotik bakteri merugikan ini dibunuh populasinya supaya
berkurang hanya saja efek sampingnya bakteri menguntungkanpun ikut terbunuh,
maka wajar kita sembuh dari satu penyakit tapi kita bertemu dengan penyakit
lain, kita akan jadi gampang sekali terserang karena imuniti tubuh kita menjadi
lemah, dalam kasus yang lain ada yang menjadi jantungnya berdebar ataupun lemas
dibagian kaki terutama lutut setelah mengkonsumsi antibiotik. Di dalam “Convention Of Medical Heretic”, Robert S. Mendelsohn berkata hampir
100% antibiotik yang diberikan tidak perlu. Dia yakin bahwa antibiotik hanya
diperluakn 3 – 4 kali dalam hidup. Sebuah buku baru “Bad treathment, Bad Doctor” yang ditulis oleh seorang radiologis
University Keio Jepang, menjelaskan bahwa ada kecenderungan penggunaan
antibiotik untuk demam dan selesma biasa secara berlebihan. Hal ini
mengakibatkan tubuh menjadi lemah tetapi virus dan bakteria menjadi semakin
kuat.
2. Mistis
Diakui
ataupun tidak sejak zaman purba hingga zaman sekarang praktik pengobatan seperti
ini sangatlah disukai oleh masyarakat banyak minimal terkelabui dengan
imbing-imbing penyebutan nama Allah dan Al-Qur’an. Padahal Rasulullah telah
bersabda :
مَنْ
أَتَى كَاهِنًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ فَصَدَقَهُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ
عَلَى مُحَمَّدٍ صلعم وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا وَلَا يُصدِّقُهُ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةُ
أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا
“Barangsiapa yang datang
kepada dukun, menanyakan suatu perkara lalu membenarkan ucapan dukun itu,
kufurlah ia terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad saw, dan barangsiapa
datang dan tidak membenarkannya, tidak akan diterima shalatnya selama 40 hari”.
(HR Thabrani)
Kita
mesti mewaspadainya, mengandalkan kekuatan mistis terkadang pengobatannya non
logis, tidak masuk akal, bahkan melanggar sunnatullah. Bisa jadi setelah kita
berobat jadi sembuh, tapi tetap kesembuhan itu dari Allah swt, bahkan bisa jadi
kesembuhan yang kita dapatkan dari mereka hanya merupakan istidroj (sungkunan) dari Allah swt.
إِنَّ
الرِّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya ruqyah, jimat-jimat, jampi-jampi (mantera,
guna-guna, sihir) itu syirik.” (HR Ahmad)
3. Ayurveda
Salahsatunya ialah terapi urin yang
diistilahkan dengan TAS (Terapi Air Seni). TAS ini pertama kali
dicetuskan 100 tahun yang lalu oleh orang-orang Majusi, yang mustahil dilakukan
para ilmuwan/ahli medis Islam karena dalam hadits-hadits dijelaskan bahwa itu
merupakan najis. Namun dalam sejarah di India, ditemukan sebuah dokumen berusia
5000 tahun telah menerangkan praktek TAS yang di dalamnya
ada referensi tentang tumbuh-tumbuhan dan obat-obatan
yang masih digunakan oleh Ayurvedic
masa kini.
Dokumen
ini berisi 107 ayat (seloha) dinamakan Shivambu
Kalpa Vidhi (metode meminum air seni
supaya tetap awet muda), dan bagian dari sebuah dokumen yang disebut Damar Tantra.
Air
seni dalam bahasa mereka diistilahkan Shivambu
yang secara harfiah berarti Air
Shifa, Dewa tertinggi dalam kepercayaan India. Sekurang-kurangnya ada 35
buku berbahasa Inggris dan 2 buku berbahasa Indonesia yang dapat dijadikan nara
sumber TAS tetapi tak satupun yang dapat meyakinkan kita tentang keilmiahannya
apalagi keilahiahannya atau islaminya, sebab dari 37 buku yang diterbitkan
tahun 1918 yang ditulis oleh Dr, Charles
H. Duncan, jelas-jelas merupakan buku yang ditulis oleh orang-orang Nashara
Asli.
4. Yin
& Yang
Pengobatan
ini lahir dari negeri Cina. Ilmu pengobatan Cina memang telah maju sejak 2500
tahun SM, sebelum berkuasa kaisar Yao. Disebut Yin & Yang karena pengobatan ini erat hubungannya dengan
kepercayaan terhadap dua dewa yang menjadi unsur penting, yaitu Yin (dewa
bumi) dan Yang (dewa langit). Keduanya mempengaruhi
alam dan isinya, dalam diri manusia juga terdapat unsur Yin dan Yang itu, jika
keduanya seimbang manusia menjadi sehat dan jika tidak seimbang manusiapun
menjadi sakit. Banyak terapi yang digunakan dalam pengobatan ini diantaranya
Akupuntur, Akupresur, Pijatan dengan tangan, Tongkat, Biji-bijian, Batu Kasar,
Batu Halus dan Batu Giok, ada juga dengan jamu-jamuan, sihir, dll.
Namun
pengaruh Budha cukup kuat hingga mempengaruhi pembendaharaan pengobatan mereka yang sekarangpun banyak kita kenal
yaitu senam-senam yang berpangkal pada Yoga, yaitu pengobatan dengan pengaturan
nafas yang sebenarnya berasal dari ajaran Dahtayana.
Pengobatan yang awalnya terbatas ditingkat biara-biara Budha. Maka wajar bila
di dalamnya mengandung unsur mistik. Pengobatannya dilakukan dengan cara rabaan
renggang dan pemusatan tenaga lalu dihubungkan dengan kepercayaan-kepercayaan
terhadap gangguan ruh-ruh dan makhluk halus, yang ia usir dengan pancaran “Sinar Putih” dan “Tangan Sakti”. Mereka menyebut kekuatan itu dengan “Chie”.
Sesungguhnya
Yoga itu termasuk cara peribadatan Budha dan Hindu. Menurut penganut ajaran
Budha, dengan Yoga meditasi, konon
kabarnya jiwanya dapat bersatu dengan “Budha” atau bersatu dengan “Brahman atau
Mahatman” menurut ajaran Hindu.
5. Thibbun
Nabawi
Ialah
pengobatan cara Nabi atau pengobatan yang pernah dilakukan Nabi. Pengobatan
yang mulai dilupakan orang hari ini. Maka wajar bila keberadaannya timbul
tenggelam, kalah oleh pengobatan konvensional yang jelas-jelas mengandung
banyak efek samping. Nabi kita memang tidak diturunkan sebagai seorang tabib,
namun kita yakin bahwa yang disabdakan Rasul ialah merupakan wahyu. Ciri khas
dari pengobatan ini bersifat “ilahiah dan
alamiah”. Sesuai dengan konsep Islam yang bersifat fitrah, dari mulai
aqidah, ibadah, muamalah, demikian juga dalam pengobatannya. Seperti yang
disebutkan oleh DR. Ja’far Khadem Yamani,
syari’ah Islam yang dibawa Nabi saw terkandung nilai-nilai ath-thib
(kedokteran) yang murni dan tinggi. Karena prinsip dari syari’ah Islam ialah
membawa mashlahat umat manusia pada masa sekarang dan yang akan datang. Bila
kita perhatikan ternyata ulama-ulama pendahulu seperti As-Suyuthi, Ibnu Qayyim,
selain faqih mereka juga dikenal sebagai tabib yang professional, bahkan Imam
Bukhari, Imamul muhadditsin dikenal sebagai ahli hadits yang pertama kali
menyusun kitab Ath-Thibbun Nabiy, didalamnya tedapat lebih dari 80 hadits yang
berkaitan dengan kedokteran. Terapi yang beliau sukai ialah terapi Madu (Herba)
dan Bekam (Al-Hijamah). Hal ini termaktub dalam kitab Shahih Bukhari dalam
kitab Ath-Thib :
اَلشِفَاءُ
فِي ثَلَاثَةٍ شَرْبَةِ عَسَلٍ وَ شَرْطَةِ مِحْجَمٍ وَ كَيَّةِ نَارٍ وَ أَنْهَى
أُمَّتِى عَنِ الْكَيِّ
“Dari Ibnu ‘Abbas ra,
dari Nabi saw telah bersabda : Kesembuhan (obat) itu ada pada tiga perkara,
yaitu minum madu, berbekam dan berkay dengan api, dan aku melarang umatku
berkay dengan api itu”. (HR Bukhari).
Terapi Herba
Jauh
sebelum Islam datang bahkan 5000 thn SM pun praktik pengobatan sudah ada. Dan
bukan hal yang mustahil zaman Rasulullahpun sudah tersebar banyak cara
pengobatan termasuk didalamnya terapi herba dan bekam, namun dari sekian banyak
terapi, Rasulullah saw memilih dua terapi ini sebagai ikhtiar memperoleh
kesembuhan dari Asy-Syafi, Allah Yang Maha Penyembuh.
Terapi herba ialah terapi dengan
tumbuh-tumbuhan yang mengandung obat, hal ini diambil dari sabdanya “Bi syarbati ‘asalin” (minum madu).
Karena sekurang-kurangnya seekor lebah hinggap di 144 macam tumbuh-tumbuhan,
bisa kita bayangkan berapa ribu sari herba yang kita minum dalam tiap sendok
madu, kemudian oleh para tabib-tabib terdahulu diurailah herba-herba ini
menjadi lebih spesifik untuk proses dan dosis yang tepat dalam mengobati
penyakit. Maka wajar bila lambang apotik Islam berlambangkan Herba.
Kelebihan herba diantaranya ialah
probiotik (tidak antibiotik), meningkatkan imunitas tubuh, tidak akan terjadi
efek samping, mengandung nutrisi, makanan, vitamin dan mineral organik, serta
mengobati sumber penyakit, causa (penyebab) penyakit dan tidak hanya mengobati
satu macam penyakit, salahsatunya ialah Tempuyung/Jombang (Jawa), atau
Lalakina, Galigug, Lempung, Rayana, Lampuyang (Sunda), Sonchus Arvensis L
(Latin), yang ada disekitar kita bahkan dengan mudah kita dapatkan memiliki
khasiat yang luar biasa, diantaranya dapat mengobati : Batu saluran kencing,
batu empedu, radang usus buntu (apendisitis),
jantung, radang payudara (mastitis),
disentri, wasir, beser mani (spermatorea),
darah tinggi, pendengaran berkurang (tuli), reumatik, memar, bisul dan luka
bakar. Dalam pengobatan alopati banyak yang belum diketemukan obatnya, virus
HIV misalnya, penderita AIDS divonis tidak akan sembuh, suatu penyakit yang
disebut azab dari Allah, namun akankah Allah memberikan penyakit tanpa ada
obatnya termasuk pada seorang bayi yang lahir dari perempuan yang positif HIV?
Tentu tidak jawabannya, karena dari hasil penelitian National Cancer Institute dari Amerika Serikat telah menemukan
senyawa aktif calanolides yang dapat mematikan virus HIV. Senyawa itu diperoleh
dari herba species Bintangur (Callophyllum
Lanigerum) yang tumbuh di hutan Serawak.
Di Barat, ketika
seorang ikhwan kembali dari Jerman, beliau mengungkapkan bahwa kedudukan terapi
herba lebih banyak diminati dibanding obat-obatan konvensional. Bila pasien
berobat ke dokter maka ditanyakan apakah obat-obatan yang ingin anda gunakan,
konvensional atau herba? Bahkan ada kecenderungan dokter yang tidak memberikan
pilihan seperti itu, ditinggalkan pasien. Sejak 35 tahun yang lalu Barat
menggembar-gemborkan Back to Nature namun
karena tidak diiringi dengan aqidah maka tak jarang dihinggapi Takhayul,
Bid’ah, Khurafat dan Syirik. Nabi kita 14 abad yang lalu telah
mengungkapkannya.
Terapi Bekam
Bekam
adalah istilah bahasa Indonesia yang berarti “membuang darah”. Dalam
bahasa Arab disebut “Al-Hijamah”, sedangkan
dalam bahasa Inggris disebut “Cupping”. Tubuh yang sehat, pikiran
yang sehat dan hati yang bersih adalah faktor penting dalam hidup seorang hamba
dalam melaksanakan tanggungjawabnya terutama optimalisasi ibadah kepada Allah
swt. Tetapi jika kotoran toksid (racun) dalam badan, hal ini yang menyebabkan
statis darah (penyumbatan darah) bahkan diantara penyebab terjadinya penyakit,
dimana sistem darah tidak berjalan dengan lancar. Keadaan ini sedikit demi
sedikit akan mengganggu kesehatan baik itu fisik ataupun mental seseorang. Kita
akan merasa malas, murung, selalu merasa kurang sehat, cepat bosan dan cepat
naik darah (marah).
Statis
darah mesti dikeluarkan melalui berbagai macam cara, sayangnya obat-obatan
alopati tidak mampu bertindak demikian. Namun dengan terapi bekam hal itu
sangat memungkinkan untuk mengeluarkan toksid-toksid itu dengan cepat agar
badan kita tidak lemah dan diserang penyakit.
Sesungguhnya
bekam itu telah dikenal bangsa-bangsa purba sejak kerajaan Sumeria berdiri,
lalu bekembang di Babilonia, Mesir, Saba dan Persia. Namun menurut Imam
As-Suyuthi bekam berasal dari Isfahan. Jadi sebelum Rasul saw diutuspun bekam
telah ada, hanya dari sekian banyak terapi, bekamlah yang Rasulullah pilih, hal
inilah yang menjadi pertanyaan besar. Bahkan beliau sangat menyenanginya
terbukti dari seringnya beliau berbekam.
Orang-orang
Barat telah lama mengenal pengobatan dengan membuang darah, pada abad ke 18
mereka menggunakan lintah sebagai alat untuk berbekam, pada suatu waktu
Perancis pernah mengimport 40 juta ekor lintah untuk keperluan itu.
Lintah-lintah itu akan dilaparkan terlebih dahulu dengan tidak diberi makan,
jadi bila ditempelkan pada tubuh manusia dia akan terus menghisap darah dengan
begitu sangat efektif sekali. Setelah kenyang lintah itu tidak berusaha lagi
untuk bergerak dan terus jatuh. Begitulah lintah mengakhiri “upacara”
berbekamnya.
Dulu,
ketika penulis belajar hadits, Rasulullah berbekam itu dipandang dengan
pengobatan yang sangat mengerikan, karena paradigma pengobatan konvensional,
juga terbayang torehan benda tajam (pedang, silet atau kapak kecil) untuk
mengeluarkan darahnya. Namun setelah penulis bergabung dengan Lembaga
Pendidikan Pelatihan Thibbun Nabawi Bandung, paradigma itu berubah 180 derajat,
karena bekam yang sekarang sesuai dengan perkembangan zaman, ditunjang dengan
peralatan yang canggih, bertekhnologi tinggi dan diakui oleh para dokter juga
dari tekhnik-tekhnik sterilisasinya demikian pula dalam hal meminimalisir rasa
sakit bahkan tidak terasa.
Dari
kebanyakan pasien yang dibekam, mereka menyatakan tubuh mereka jauh lebih
ringan, hal ini dikarenakan peredaran darah menjadi lebih lancar setelah darah
statisnya dikeluarkan, warnanya hitam
pekat dan menggumpal, ibarat marus. Sebagian orang berpendapat bahwasannya donor
darah juga mengeluarkan darah, namun hemat penulis hal itu bukanlah berbekam,
karena yang dikeluarkan bukanlah darah kotor namun darah yang bisa didonorkan
tentulah harus bersih dari penyakit. Dan berbekam itu darah yang diambil tidak
sebanyak donor darah, hanya sedikit saja. Apabila diungkapkan apakah donor
darah bisa menyembuhkan penyakit? Sedangkan fakta membuktikan pasien jantung
koroner yang divonis harus terus berobat sampai ajal tiba. Karena menurut
perawatannya penyakit jantung itu tidak ada obatnya, hal ini kontradiktif
dengan sabda Rasul :
مَا
أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً
“Tidaklah Allah menurunkan
penyakit melainkan menurunkan penawarnya”. (HR
Bukhari)
Darah
yang diambil dengan dibekam ialah darah yang berada di bawah lapisan jaringan
kulit, kapiler, bukan pembuluh vena apalagi arteri. Karena kulit merupakan
jaringan terbesar yang ada pada diri manusia yang disanalah beradanya sisa-sisa
toksid dalam darah.
Para
ahli sepakat bahwa pengobatan yang baik ialah pengobatan luar dalam. Dengan dua
terapi ini, herba dan bekam, merupakan kekuatan sinergis bila dipadukan, bekam
sebagai terapi luar dan herba sebagai terapi dalam.
Orang-orang
Yahudi & Nasrani menyebutkan bahwa selain cara pengobatan mereka disebut
sebagai pengobatan alternatif (pilihan lain selain pokok), karena mereka
menginginkan cara mereka menjadi nomor satu di dunia dan mengucilkan pengobatan
yang sering Rasulullah gunakan bahkan mereka memberi stigma sebagai pengobatan
kuno.
وَلَنْ
تَرْضَى عَنْكَ اْليَهُوْدُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
“Orang-orang Yahudi
dan Nashrani tidak akan pernah ridha kepadamu sehingga kamu mengikuti milah
(ajaran) mereka...”
(QS
Al-Baqarah : 120)
Sebenarnya
pengobatan apapun diperbolehkan selama itu tidak melanggar syari’at Islam, apapun bentuk dan namanya, hanya apabila kita berobat dengan racikan yang tidak
terjamin halalan thayyibannya akankah Allah ridha dengan cara seperti itu?
Sedangkan sendi kehidupan kita hanya mencari ridha-Nya. Apakah kita belum yakin dengan apa yang disabdakan dan pernah
dikerjakan oleh Rasulullah saw?.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar