DAUN SIRSAK benarkah LEBIH HEBAT dari KEMOTERAPI??
Konon, daya kerja rebusan daun
sirsak dalam membasmi kanker 10.000 kali lebih kuat daripada obat kimia yang
biasa digunakan dalam kemoterapi. Selain itu diklaim tidak menyebabkan mual dan
merontokkan rambut.
Belakangan,
daun sirsak memang jadi primadona. Khasiatnya dalam mengobati kanker sedang
dibicarakan di seluruh penjuru dunia. Bukan hanya oleh masyarakat awam, namun
juga kalangan medis dan ilmuwan. Kehebohan ini juga merambah dunia maya. Di
situs mesin pencari Google, misalnya, topik “daun sirsak obat kanker” pada
pertengahan Februari 2011 mencapai 284.000 buah, dan terdiri dari berbagai
tulisan. Mulai dari artikel yang menyiarkan kabar kehebatan daun sirsak, hingga
obrolan di dalam milis-milis yang mempertanyakan kebenarannya.
Sejak
berabad-abad yang lalu
Jika orang
menanggapi dengan bentuk antusiasme yang berbeda-beda, itu bisa dimaklumi. Bagi
sebagian orang, kabar ini memang cukup mengejutkan. Selama ini sirsak tidak
dikenal sebagai tanaman yang istimewa. Di Indonesia, pohon sirsak bisa tumbuh
tanpa perawatan khusus di kebun atau halaman rumah. Buahnya pun bukan komoditi
yang bernilai jual tinggi.
Belum banyak
yang tahu, bahwa sesungguhnya, tanaman yang bernama Latin Annona muricata
ini sudah lazim dimanfaatkan sebagai obat. Sejak berabad-abad yang lalu, suku
Indian di kawasan Amerika Selatan menggunakan kulit kayu, akar, daun, buah, dan
bijinya untuk mengatasi berbagai macam penyakit, seperti asma, rematik,
gangguan liver, dan jantung. Nenek moyang kita pun sudah sering memanfaatkan
daun dan buahnya untuk mengatasi gangguan sehari-hari, seperti anyang-anyangan
(infeksi saluran kemih), ambeien, batuk, bisul, cacingan, diare,
gatal-gatal, dan masih banyak lagi.
Seiring berjalannya waktu, beberapa
referensi mencatat kekhasiatannya yang tidak lepas dari beberapa senyawa yang
terkandung di dalamnya. Batang dan daun tanaman sirsak kaya akan tanin, fitosterol,
kalsium oksalat, serta zat alkaloid. Sementara buahnya mengandung
banyak protein, kalsium, fosfor, vitamin A, dan vitamin
C. Kandungan tersebut membuat sirsak berkhasiat sebagai antioksidan,
antibakteri, antijamur, antikejang, dan antiradang.
Penemuan
mutakhir : antikanker
Khasiat sirsak
sebagai antitumor dan antikanker konon bukan penemuan baru. Menurut beberapa
sumber, risetnya sudah dilakukan sejak puluhan tahun yang lalu oleh sebuah
perusahaan obat di Amerika. Namun, karena ada aturan dari pemerintah setempat
yang mengatakan bahwa sumber alami untuk obat tidak bisa dipatenkan, perusahaan
itu merasa tidak bakal memperoleh keuntungan. Akibatnya, ia memilih untuk
menutup proyek penelitian, sekaligus menyimpan rapat-rapat hasil risetnya pada
masyarakat luas.
Tapi kabarnya, ada seorang ilmuwan yang membocorkan temuan tersebut, antara
lain kepada tim riset dari Health Sciences Institute, sebuah lembaga penelitian
dunia yang berkedudukan di Inggris. Sejak saat itu, sebanyak 20 laboratorium di
berbagai negara mulai melakukan berbagai penelitian terhadap sirsak.
Perlahan-lahan,
rahasia itu mulai terkuak. Pada tahun 1976, The National Cancer Institute,
Amerika, menemukan bahwa senyawa aktif yang terdapat dalam batang, daun,
dan ranting daun sirsak, bernama ”annonaceous acetogenin”, mampu
menyerang dan melumpuhkan sel kanker.
Sekitar 20
tahun kemudian, beberapa penelitian yang dilakukan oleh Jerry L. McLaughlin,
Nicholas H. Oberlies, Lu Zeng, dan Feng-E Wu dari Purdue
University, Amerika, bekerjasama dengan Soelaksono Sastrodihardjo dari
Institut Teknologi Bandung (ITB), menemukan bahwa senyawa tersebut bisa
membedakan sel normal dan sel kanker, dan hanya membasmi sel kankernya saja.
Lebih hebatnya lagi, sel kanker yang sudah resisten
terhadap obat bisa dilumpuhkan. Ini disebabkan, annonaceous acetogenin
bekerja dengan cara menghambat sekaligus merusak produksi adenine
triphosphat (ATP) yaitu semacam sumber energi bagi pertumbuhan sel kanker.
Karena tidak memperoleh makanan dan tenaga untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya, sel-sel kanker itu akhirnya mati.
Kehebatan annonaceous
acetogenin dalam sirsak ternyata juga dimiliki oleh “saudara” sirsak yang
lain, yaitu srikaya (Annona cherimolia). Dal Hwan Kim dan
rekan-rekannya dari Department of Pharmacy, Catholic University of Daegu,
Gyeongsan, Korea, menemukan bahwa annonaceous acetogenin yang terdapat
dalam biji srikaya memiliki aktivitas sebagai antikanker 10.000 kali lebih kuat
dari Adriamycin (obat yang biasa digunakan dalam terapi kanker), saat diuji
coba pada kasus tumor prostat, kanker payudara, dan kanker usus besar. Penelitian yang berjudul “Annomolin
and Annocherimolin, New Cytotoxic Annonaceous Acetogenins from Annona
Cherimolia” itu dimuat dalam Journal of Natural Product, Vol.64,
tahun 2001.
Tetap
kritis dan waspada
Sesungguhnya, belum ada pernyataan yang menegaskan bahwa annonaceous
acetogenin yang terdapat dalam sirsak memiliki kesamaan dengan srikaya
seperti penemuan Dal Hwan Kim itu. Kesimpulan bahwa daun sirsak lebih hebat
dari kemoterapi, kemungkinan didasarkan pada kesamaan kandungan annonaceous
acetogenin yang terdapat di dalamnya.
Namun berita yang berkembang di luar
sana terlanjur membuat banyak orang berpendapat bahwa daun sirsak memiliki
potensi lebih kuat dari kemoterapi. Terlebih, ada beberapa penderita kanker
mengaku kondisinya jauh lebih baik bahkan sembuh setelah mengonsumsi daun
sirsak.
Menanggapi fenomena ini, Dr Aldrin Neilwan, SpAK, MARS, M.Biomed, MKes, Kepala
Unit Complementary Alternative Medicine (CAM) RS Kanker Dharmais,
Jakarta, menilai, bagaimanapun, penemuan mengenai potensi daun sirsak sebagai
obat kanker perlu disambut positif. “Namun yang perlu diingat, jangan
sampai terbuai dengan berita bombastisnya saja! Tingkat keberhasilan seseorang
terhadap suatu jenis pengobatan tidak bisa dipukul rata. Selain itu, proses
kesembuhan penderita juga dipengaruhi oleh banyak faktor,” tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar