Hadits ke 1 :
حَدَّثَنَا يَحْيَى وَعَبْدُ
الرَّحْمَنِ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ
عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنَيْ الْحَسَنِ حِينَ
وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ
Dari
Abu Rafi' ia berkata, “Saya pernah melihat Rasulullah saw membacakan azan
ditelinga Husain tatkala dilahirkan oleh Fatimah.” (H.R Ahmad, at-Tirmidzi,
dan Abu Daud)
Semua
hadits diatas diriwayatkan melalui satu jalur perawi yaitu, ‘Ashim bin
‘Ubaidillah bin ‘Ashim bin ‘Umar bin Khathab.
Kelemahan Hadits :
1. Imam Bukhari berkomentar : منكر
الحديث riwayatnya
itu Munkar. (Nailul Authar V : 155)
Imam Bukhari berkata, “Setiap yang kami nyatakan
Munkarul hadits, maka ia tidak dapat dijadikan hujjah.” Dalam ungkapan lain
beliau menyatakan, “Tidak halal meriwayatkannya”. (Fathu al-Mughits I :
346)
2. Imam AD-Daruquthni berkomentar : مدين
يبرك وهو مغفل Riwayatnya Tidak
bisa diterima, karena ia lalai.
3. Imam Abu Hatim Muhammad bin Hibban al-Busti berkomentar
: منكر
الحديث Riwayatnya
itu Munkar
4.
Imam Malik berkomentar : Dia
tercela/cacat
5. Imam Yahya bin Main berkomentar : Ia
itu lemah serta tidak dapat dijadikan hujjah jg telah diperbincangkan oleh yang
lain
(Tuhfatul
Ahwadzi V : 107)
Hadits
ini juga diriwayatkan oleh at-Thabrani dalam al-Kabir
Kelemahan
Hadits :
Dalam
sanadnya terdapat seorang rawi yang bernama Hammad bin Syu’aib dan dia Dha’if
sekali. (Majma’u al-Zawaid IV : 60)
Ibnu Khuzaimah berkata, “Saya
tidak berhujjah dengannya karena jelek hafalannya”, demikian
diriwayatkan dalam Mizaanul I’tidal. (Tuhfatu al-Ahwadzi V : 108).
Hadits ke 2 :
أخبرنا
أبو محمد بن فراس بمكة أنا أبو حفص الجمحي نا علي بن عبدالعزيز نا عمرو بن عون أنا
يحيى بن العلاء الرازي عن مروان بن سالم عن طلحة بن عبدالله إذنه عن الحسين بن علي
قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من ولد له مولود فأذن في أذنه اليمنى وأقام
في أذنه اليسرى رفعت عنه أم الصبيات (Syu’abul Iman, Juz 6 hal 390)
عَنِ الْحُسَيْنِ بْنِ عَليِّ بْنِ
اَبِي طَالِبِ : قال : قال صلى الله عليه وسلم مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُوْدٌ
فَأَذَّنَ فِيْ أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَاَقَامَ فِى الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ
اُمُّ الصِّبْيَانُ
Dari Husain bin Ali bin Abi
Thalib, ia berkata, Nabi saw pernah bersabda, “Barangsiapa yang mempunyai
anak yang baru dilahirkan, kemudian dibacakan adzan pada telinganya yang kanan,
dan iqamah pada yang kiri, tidak bisa diganggu oleh Ummus-Shibyan.” (H.R. Abu
Ya'la)
Kelemahan Hadits :
Dalam sanadnya ada rawi
yang bernama Marwan bn Salim al-Ghifari, dia itu Matruk (ditinggalkan).
(Majma’u al-Zawaid)
1. Menurutku (pengarang Tuhfatul
al-Ahwadzi) Imam Nawawi telah mengatakan dalam Syarah Jami’u al-Shaghir, sanad
hadits itu Dha’if. (Tuhfatul al-Ahwadzi 5 : 108)
2. Menurut al-hafidz dalam al-Talkhis,
hadits ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz yang berbunyi “Sesungguhnya ia apabila
mempunyai anak yang baru dilahirkan, ia beradzan ditelinga kanan dan qamat di
telinga kirinya.” Hadits tersebut Tidak bersanad. (Tuhfatu
al-Ahwadzi V : 108)
Di Syari’atkan Adzan
Adzan
ialah pemberitahuan masuknya waktu shalat dengan lafazh yang telah ditentukan
agama.
Hadits dari Malik bin
Huwairits : “Sesungguhnya Nabi saw telah bersabda,”Apabila datang waktu shalat,
hendaklah salah seorang diantara kamu adzan, dan hendaklah yang paling tua diantara
kamu menjadi imam.” (H.R Bukhari Muslim)
Kesimpulan
1.
Adzan itu hanya disyari’atkan untuk shalat, itupun hanya untuk shalat fardhu
saja.
2.
Hadits-hadits yang menganjurkan bahkan mengatakan sunnah adzan karena kelahiran
bayi tidak ada yang shahih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar